Aktualisasi Tri Darma Perguruan Tinggi hingga saat ini terkesan tidak
terdistribusi komplementer. Varian pendidikan dan pengajaran jauh lebih
dominan dari kedua varian lain penelitian (riset) dan pengabdian pada
masyarakat. Riset sebagai indikator utama dalam mengonstruksi dan mengembangkan
ilmu pengetahuan banyak direduksi pada tataran pemerolehan hibah dana
penelitian, proyek-proyek jangka pendek, atau paling tinggi bermuara pada
pengoleksian fakta-fakta empiris dalam bentuk fortofolio yang berguna ketika
mendapatkan kenaikan pangkat dan jabatan fungsional. Sementara itu, riset di
kalangan mahasiswa baru berfungsi secara formal, berguna sebagai signal dan tombol alarm berakhirnya masa studi pada masing-masing jenjang pendidikan.
Pemaknaan riset yang lebih mulia untuk mengusung nilai-nilai kemanusiaan secara
aksiologis masih terbelenggu dengan minimnya perencanaan cemerlang, fakta budget yang kurang memadai, dan distribusi
kewenangan yang tidak berbasis kinerja.
Kehampaan aksiologis semakin
terasa ketika varian pengabdian pada masyarakat hanya dipahami secara dangkal,
terbatas pada rutinitas berKKN atau berPKL. Fungsi pembinaan, pengembangan, dan
pemberdayaan masyarakat belum berpijak pada paham populisme, suatu paham yg mengakui dan menjunjung tinggi hak, kearifan,
dan keutamaan masyarakat kecil. Perguruan Tinggi Islam sebagai lembaga yang
menjalankan dua peran sekaligus, baik sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan dan yang berlandaskan islam
nampaknya belum maksimal. Akibatnya, derajat Perguruan Tinggi semakin
menunjukkan jarak yang begitu jauh dengan totalitas kehidupan masyarakat kecil.
Oleh karena itu, tulisan ini berusaha menggagas perlunya reaktualisasi peran
Perguruan Tinggi Islam menuju Universitas Riset (Research University).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar